Senin, 30 Mei 2011

Pengusaha Bioskop Usul Importir Film Dapat Penghapusan Pajak




Pengusaha Bioskop Usul Importir Film Dapat Penghapusan Pajak 

Jakarta - Pelaku pengusaha bioskop mengusulkan agar kalangan importir film mendapat keringanan atau pemutihan bea royalti impor film. Hal ini bisa menjadi jalan tengah terkait mandegnya kisruh soal bea royalti film impor.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Johny Syafrudin mengatakan pemerintah mestinya melihat industri film tidak hanya dari sisi penerimaan negara. Langkah pemutihann bukan berarti para importir ini tak membayar pajak bea masuk namun paling tidak ada upaya pengurangan sehingga proses impor film bisa kembali normal.

"Kalau saya jadi pemerintah, kalau perlu lakukan pemutihan, itu lebih bagus, tak membuang-buang waktu," katanya kepada detikFinance, Senin (30/5/2011)

Ia mengilustrasikan misalnya jika ada beban pajak kepada importir film sebesar Rp 10 miliar maka dengan adanya pemutihan paling tidak importir hanya membayar masing-masing Rp 3-4 miliar.
Setelah adanya pemutihan ini, maka pemerintah, importir segera duduk bersama untuk mempertegas aturan main yang jelas terkait importasi film termasuk soal royalti berikut ketentuan sanksinya.

"Saya rasa ini masalah interpretasi peraturan itu sendiri, jadi persepsi orang berbeda-beda, disederhanakan saja," katanya.

Menurutnya masalah bea royalti film impor yang menjadi polemik saat ini tidak terlepas dari ketidakjelasan pemerintah dalam menerapkan aturan. Pemerintah harus memberikan kepastian kepada dunia usaha terkait masalah tersebut.

"Saya nggak habis pikir dari tahun 90-an baru sekarang dipermasalahkan (bea royalti impor film), kemana aja pemerintah," serunya.

Sebelumnya Bea Cukai memperketat soal royalti yang dimasukkan dalam penghitungan bea masuk. Ini yang sempat diprotes oleh para importir film karena harus menyetor bea tambahan.

Tercatat adanya perhitungan baru itu, ada total utang ketiga importir film sekitar Rp 31 miliar dan belum ditambah dengan denda. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan imbalan yang dibayarkan kepada produser film di luar negeri yang mencapai Rp 314 miliar.

Sebagai informasi, ada tiga importir film asing dikenakan larangan importasi film oleh pemerintah karena belum melakukan pembayaran atas tunggakan (pokok ditambah kewajiban) bea masuk impor film dengan total sekitar Rp 30 miliar. Catatan Bea Cukai, hingga kini ada 9 importir terdaftar film namun yang aktif mengimpor hanya 3 importir.

Namun pemerintah telah memberikan izin kepada salah satu importir yaitu Amiro Mitra Film yang selama ini lebih banyak mengimpor film-film independen atau non MPAA (Motion Picture Assosiation οf America) karena telah membayar tagihan pokok bea masuk film sebesar Rp 9 miliar. Film-film keluaran MPAA selama ini identik dengan film-film box office yang banyak dinanti oleh penggemar film.

Dari sisi pemerintah, sudah memberikan kemudahan yaitu memberikan batas waktu angsuran, selama 2 tahun. Walaupun belum lunas, importir tersebut bisa mengimpor film bagi yang sudah membayar. Artinya pemerintah tetap bersikukuh dengan tuntutan pembayaran tuntas kewajiban para importir film terhadap bea royalti.

Jauh sebelumnya Menteri Keuangan Agus Martowardojo mencurigai ada praktik oligopoli dalam industri perfilman di Indonesia. Pasalnya, meskipun banyak film asing namun pendistrubusiannya hanya pada bioskop-bioskop tertentu. Kondisi ini menurut Agus, berakibat banyak bioskop dengan modal kecil atau di daerah-daerah tidak bisa menayangkan film-film asing.

"Jadi dari aturan itu, kita bisa melihat apakah ada oligopoli? Di negara sehat, yang punya bioskop yang punya Mal. Di sini yang punya mal, yang punya bioskop," ujar Agus beberapa waktu lalu.

Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono sempat mengatakan adanya satu importir film yang telah mendapatkan izin tak menjadi alasan adanya dugaan langkanya peredaran film impor. Justru yang perlu dipertanyakan adanya kemauan MPAA untuk bisa bekerjasama dengan importir lainnya di luar dari 3 importir yang saat ini masih tak mendapat izin impor.

"Menurut saya masalahnya bukan pada aspek fiskal, tetapi lebih kepada distribusi film di dalam negeri yang perlu banyak dibenahi. Itu bukan domain kami. Masalahnya, mau nggak MPAA kerjasama dengan importir lain selain yang tiga itu? Kembali, itu bukan domain bea cukai," tegas Agung.
(hen/dnl)



Jechology

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jecho LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...