KOPI Toraja telah melanglang hingga ke café-café ternama seantero dunia. Tana Toraja adalah sebuah kabupaten di pegunungan Sulawesi Selatan, berjarak 300 kilometer dari Makassar-- ibukota provinsi itu. Meski tak setenar Toraja, daerah-daerah di sekitarnya juga produsen kopi bermutu: Kalosi di Enrekang dan Mamasa.
Kopi Toraja sebagian besar ditanam di perkebunan kecil milik penduduk di lereng-lereng gunung. Orang Toraja dikenal karena mampu memelihara tradisi yang sudah berumur ratusan tahun. Salah satunya adalah upacara pemakaman Rambu Solo’ yang mengundang wisatawan dalam dan luar negeri. Sama seperti pesta-pesta adat yang ritualnya sudah berlangsung turun-temurun, proses pengolahan kopi juga melalui tradisi yang berumur ratusan tahun.
Perjalanan kopi ini hingga bisa go international juga telah melalui proses panjang. Pada awalnya Pemerintah Kolonial Belanda mengetahui keberadaan “harta karun” ini. Mereka sempat membuka perkebunan kopi seluas 300 hektar dan menamainya Kalosi Celebes Coffee. namun tidak berlanjut. Lalu, dengan masuknya Jepang di Indonesia, biji kopi ini sempat diperkenalkan ke negara itu.
Baru kemudian pada 1973, Hisashi Ohki –Wakil Presiden Direktur Kimura Coffee, sebuah perusahaan kopi Jepang -- datang ke Indonesia. Dia menapaktilasi daerah pedalaman Ballokan, Tana Toraja yang merupakan perkebunan kopi bekas peninggalan Belanda. Dia meyakini industri kopi Toraja akan bangkit kembali di dunia internasional jika prasarana di daerah itu dibenahi. Plus ada kerjasama dari masyarakat. Di tahap awal, Ohki membangun perkebunan kopi seluas seribu hektar di Pedamaran dan lima ratus hektar di Bollokan.
Pada 1976, terbentuklah PT Toarco Jaya, usaha kerjasama Jepang dan Indonesia, berpusat di Ujung Pandang, ibukota Sulawesi Selatan. Toarco kependekan dari Toraja Arabica Coffee. Dengan berdirinya usaha dua negara ini, maka dimulailah persemaian benih untuk rencana penanaman seratus hektar. Warga setempat pun direkrut untuk proyek ini.
Dua tahun kemudian, kopi Toarco Toraja mulai dipasarkan di Jepang. Tagline iklannya berbunyi: "Kopi misterius yang kini hidup kembali”. Penjualannya melebihi perkiraan. Dan bahkan sampai keluar Jepang. Di daerah asalnya, panen kopi panen berangsur-angsur meningkat. Jumlah perkebunannya pun makin diperluas. Semula, seluruh proses dikerjakan oleh perusahaan: pemeliharaan, pemetikan, pemrosesan hingga pengiriman. Tujuannya untuk menjaga kestabilan mutu kopi. Selama ini, sudah banyak jenis kopi Toraja yang beredar di pasaran, namun belum ada standar mutu
Pada 1984, Pemerintah Indonesia meminta Toarco menyerahkan contoh biji kopi untuk dijadikan standar baku seluruh produsen kopi dalam negeri. Ini menjadi salah satu titik penting bagi peningkatan kualitas industri kopi Indonesia. Selama ini, kopi Toraja yang beredar belum melalui standarisasi mutu.
Jika sebelumnya Toarco hanya dibuat untuk konsumsi Jepang, maka pada 1995 kopi ini pun dijual di tanah air. Mutu bahan bakunys sama dengan kopi Toarco Toraja yang dijual di Jepang. Namun penggongsengannya lebih lama disesuaikan dengan selera konsumen di Indonesia.
Kini, dengan standar yang sebagian besar sudah baku, kita dengan mudah menemukan kopi Toraja berkualitas baik dimana saja. Bahkan, pemerintah daerah kini sedang mengembangkan lahan 1200 hektar untuk pengembangan kopi organic di Kecamatan Sesean dan Rindingallo di Toraja Utara. Di daerah lain, seperti Enrekang dan Pegunungan Latimojong, juga akan dikembangkan pula usaha serupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar