Senin, 16 Mei 2011

Akar Bahasa Indonesia Muncul 10 Ribu Tahun Lalu

Ilustrasi (blogcatalog)

JAKARTA- Sebagian orang gembar-gembor untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional kelak. Namun sebagian lagi pesimis atau bahkan menjatuhkan semangat itu.
Untuk lebih jauh membahas soal desakan bahasa Indonesia menjadi bahas internasional, ada baiknya kita tahu asal muasal bahasa Indonesia terlebih dahulu.

Kebanyakan orang mengenal bahasa Indonesia sebagai bahasa Melayu yang dimodifikasi dan dikombinasi dengan bahasa serapan dari berbagai daerah maupun bahasa asing, yang kemudian dibakukan.

Menurut Khaidir Anwar, doktor Sosiolinguistik, dalam artikelnya yang berjudul Sumbangan Bahasa Melayu Riau Kepada Bahasa Indonesia menilai, pada umumnya orang mengetahui bahwa bahasa lndonesia sekarang berasal dari bahasa Melayu.
 
Istilah bahasa Melayu sendiri mengacu pada bahasa Melayu Riau, yaitu bahasa Melayu yang diajarkan di sekolah-sekolah sebelum Perang Dunia II terjadi.

Menurutnya, beberapa bahasa daerah memberikan sumbangan kepada bahasa Indonesia, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan lain-lain. Bahkan, bahasa Indonesia juga mendapat sumbangan dari bahasa Barat. Penerbitan buku di Leiden dengan judul European Loan Words in Indonesian: A Checklist of Words of European Origin in Bahasa Indonesia and Traditional Malay tahun 1983 mengingatkan tentang sumbangan bahasa-bahasa Barat kepada bahasa Indonesia.

Arkeolog Harry Truman Simanjuntak mengatakan, bahasa Melayu dan ratusan bahasa daerah lainnya di Nusantara sebenarnya berakar dari bahasa Austronesia yang mulai muncul sekira 6.000-10.000 tahun lalu.

Penyebaran penutur bahasa Austronesia, ujar Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) itu, merupakan fenomena besar dalam sejarah umat manusia karena sebagai suatu rumpun bahasa, Austronesia merupakan yang terbesar di dunia, meliputi 1.200 bahasa dan dituturkan oleh hampir 300 juta populasi.

Masyarakat penuturnya tersebar luas di wilayah sepanjang 15 ribu Km meliputi lebih dari separuh bola bumi, yaitu dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di ujung timur, dari Taiwan-Mikronesia di utara hingga Selandia Baru di selatan.

Bahasa Melayu sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara, kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif.

Bentuk yang lebih formal, disebut Melayu Tinggi, pada masa lalu digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak se-ekspresif bahasa Melayu Pasar.

Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya. Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu Tinggi, di antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi bahasa Melayu Pasar sudah terlanjur diadopsi oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia.

Penyebutan pertama istilah “Bahasa Melayu” sudah dilakukan pada masa sekira 683-686 M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuna dari Palembang dan Bangka.

Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuna di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.

Karena terputusnya bukti-bukti tertulis pada abad ke-9 hingga abad ke-13, ahli bahasa tidak dapat menyimpulkan apakah bahasa Melayu Klasik merupakan kelanjutan dari Melayu Kuna. Catatan berbahasa Melayu Klasik pertama berasal dari Prasasti Terengganu tahun 1303.

Seiring dengan berkembangnya agama Islam dimulai dari Aceh pada abad ke-14, bahasa Melayu klasik lebih berkembang dan mendominasi sampai pada tahap di mana ekspresi “Masuk Melayu” berarti masuk agama Islam.

Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).

Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia, pascakemerdekaan.

Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia (RI) tidak memilih bahasanya sendiri yakni bahasa Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.

Dengan memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia. Namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan. Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.

Mulanya Bahasa Indonesia ditulis dengan tulisan Latin-Romawi mengikuti ejaan Belanda, hingga tahun 1972 ketika Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dicanangkan. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.

Jechology

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jecho LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...