Walau kini dunia sudah terlanjur memberi kredit pada Guido of Arezzo, seorang biarawan Katolik, asal usul, yang dianggap menemukan solfege atau tangga nada : ut, re, mi, fa, so, dan la, pada sekitar tahun 1000 M.Dimana kata para ahli, solfege itu berasal dari bait pertama hymne Ut queant laxis.Namun umat Islam tetap memiliki peran yang tidak kecil dalam perkembangan musik dunia saat ini.
Solfege atau bunyi titinada yang digunakan dalam tradisi vokal, berasal dari peradaban berbahasa Arab, yang merupakan lingua franca umat Islam abad pertengahan. Bunyi do, re, mi, fa, sol, la, ti, do itu diduga berasal dari sistem solmisasi Arab "Durr Mufassalt". Mereka yang rajin mengaji, pasti mengenal huruf dal, ra, mim, fa, sol, la, ta yang digunakan dalam frase Durr Mufassalt tersebut. Durr Mufassalt bila diartikan menjadi : DURR itu artinya “mutiara” dan MUFASSALT artinya “terpisah” atau “terperinci”. Jadi, frase tersebut bisa diterjemahkan menjadi "Mutiara Yang Terpisah" atau "Separated Pearls" dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu seorang Direktur Musik di Jerman, Prof. DR. Emil Naumann, mengatakan, “kalau orang membicarakan Islam sebagai agama maka itu berarti membicarakan sebuah keindahan dan sebuah institusi musik”.
Pada waktu Nabi Muhammad SAW menerima wahyu Allah, diceritakannya pada sahabat sahabatnya, bahwa bunyi wahyu yang didengarnya begitu indah.Kini kumpulan wahyu itu dinamakan Al Qur’an, bacaan Al Qur’an diperintahkan oleh Nabi, tidak boleh dibaca layaknya bacaan buku biasa. Ia (Nabi Muhammad SAW) berkata : “Perindahlah Qur’an dengan suaramu”. Oleh karena itu, Qur’an menimbulkan nyanyian & musik yang teramat indah ketika dibaca, seindah bunyi yang dikatakan oleh Nabi ketika beliau mendengar ayat ayat Al Qur’an yang diwahyukan Allah padanya.
Seperti halnya juga dalam berbagai peperangan yang di hadapi Nabi Muhammad dan pasukannya, musik khususnya musik vokal memegang peranan penting. Contoh ketika terjadi perang Uhud, pada bulan Maret 625 M. Dalam perang ini Muhammad yang memegang komando, segala sesuatu dalam peperangan ini adalah atas perintahnya. Pada saat itu seni musik Islam belum berkembang sebagaimana mestinya, baru masuk pada tahap permulaan.
Muhammad memerintahkan bahwa kaum perempuan boleh mengambil bagian dalam peperangan. Selain bertugas sebagai barisan penolong bagi yang cedera, para kaum perempuan bernyanyi untuk memberikan semangat bagi kaum pejuang Muslim yang akan maju ke medan perang. Hindun adalah salah satu perempuan kesatria, yang memimpin nyanyian peperangan ketika tengah terjadi perang Uhud kala itu.
Tiga kali gelombang serangan kaum Qureish yang memukul barisan Muslimin, namun tiga kali itu pula barisan Qureish dapat dipukul mundur oleh pasukan Muslimin pimpinan Muhammad, semua itu tidak terlepas dari semangat nyanyian peperangan yang terus menerus dikumandangkan oleh Hindun & kaum perempuan Muslim, hingga barisan kaum Muslim bisa kembali kerumahnya masing masing sebagai kaum yang menang dalam peperangan.
Betapa jiwa seni musik telah hidup bersama sama dengan Islam, dapat kita lihat pada zaman Khalifah Umar bin Khattab. Umar adalah sahabat Nabi SAW yang paling dekat, mengerti akan jiwa dan pribadi Nabi, lebih dari siapapun dan Umar telah melanjutkan jiwa musik yang ada pada diri Nabi Muhammad.
Umar melarang memakai instrument apapun untuk memanggil orang orang Islam guna menunaikan ibadah shalat. Oleh karena itu panggilan untuk melakukan shalat dilakukan dengan nyanyian, dimana mengajak semua umat Muslim untuk segera bersujud kepada Allah sebagai suatu kemenangan.
Suara yang dikumandangkan dari tempat yang tinggi, bergelombang memenuhi segenap dataran tinggi dan lembah, bergema dan menggetarkan setiap umat yang mendengarnya. Kemudian hal ini menjadi suatu aturan dalam islam. Dimana penyanyi kebesaran Allah ini dinamakan Muadzin. Suara Adzan yang dikumandangkan oleh seorang Muadzin, apabila tidak memiliki melodi yang indah, tak akan mungkin dapat menggetarkan hati umat Islam untuk melakukan ibadah shalat. Nyanyian Adzan adalah nyanyian yang mengandung arti kalimat yang tinggi & mulia.
Meskipun Islam tidak menolak musik instrumental, tapi mereka lebih mengutamakan seni suara atau vocal, karena suara adalah pemberian Allah bagi tiap manusia, karena dengan itulah manusia bisa berkomunikasi dan bernyanyi sekaligus mengumandangkan Adzan.
Menurut Prof. DR. Nauman, membaca Al Qur’an memberikan pengaruh bathin yang begitu hebat. Dengan mengikuti cara membaca yang benar, sesuai aturan tadjwid dan diberi melody atau nada yang indah, membaca Al Qur’an seakan sebuah nyanyian yang membawa umat Muslim melambung tinggi ke hadirat Illahirobbi, menghubungkan antara bumi dan langit, seolah olah kita diajak untuk tunduk dihadapan Allah. Inilah nikmat yang tidak bisa didapatkan bagi orang orang yang tidak bisa membaca Al Qur’an, namun lantunan suara seorang pembaca Al Qur’an mampu mengajak dan menggerakkan umat Muslim lainnya untuk lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa. Tanpa kita sadari, kaum Muslim telah menyusun musiknya sendiri dengan baik dan teliti dimana nada nada yang digabungkan menjadi sebuah melody indah yang dikumandangkan ketika Adzan maupun ketika melantunkan bacaan Al Qur’an.
Sebagaimana Islam menghargai musik vocal. Islampun menghargai keberadaan alat alat musik sebagai suatu cermin alam besar ini, yang pengaruhnya menyinari kepada umat manusia. Para pemain musik Islam memandang tali (senar) biola dengan penuh makna. Senar paling tinggi sebagai api yang dapat membakar, senar yang ditengah dimaknai sebagai angin yang dapat membawa manusia terbang & memohon kepada Allah dan senar paling bawah dianggap sebagai tanah dan air, yang dapat mendirikan suatu benteng kokoh agar tidak terhanyutkan dalam hal hal yang buruk.
Api, tanah/air dan angin itulah wujud manusia. Dalam pengertian seni suara atau seni musik, para pemain musik Islam selalu memulai sajian musiknya dengan nada rendah terlebih dahulu begitupun ketika mereka menyudahi sebuah sajian lagu atau permainan musik maka senar bawah yang akan dibunyikan pula, yaitu berarti tanah atau air. Demikianlah Islam menyatukan keindahan musik dalam kesatuan tubuh manusia itu sendiri.
Dalam perkembangan seni Islam, para penyanyi, penari maupun sajian musik hadir dengan ilham suci, bahwa musik, tarian maupun nyanyian digunakan manusia selain sebagai hiburan yang positif, sebagai media penyemangat, media mawas diri, ia juga mempunyai rasa dan pengertian akan Ketuhanan. Semenjak permulaan perkembangan musik dan seni Islam, seni tidak pernah lepas dari tuntunan agama. Ia tumbuh dengan siraman dan pupuk Ketuhanan yang terdapat dalam Islam, karena bagi orang Islam, seni adalah suatu yang indah dan membawa kebahagiaan, karena rasa keindahan yang dimiliki manusia adalah anugerah dari Allah untuk umatNYA.
KFEnt-Koran Warga/v/Sumber :
Kultur Islam/DR. Oemar Amin Hoesin (1964)
Sejarah Bangsa Muslim
Wikipedia/ gentole.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar